Psikolog Peringatkan Bahaya Ketergantungan Emosional pada AI, "Curhat Butuh Sentuhan Manusia"

 


Denpasar, 22 Oktober 2025 - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang semakin akrab dalam kehidupan sehari-hari, Psikolog Klinis RSUD Wangaya Kota Denpasar, Nena Mawar Sari, mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan AI sebagai tempat curhat atau pencarian dukungan emosional. Menurutnya, interaksi semacam itu dapat menimbulkan dampak psikologis serius karena AI tidak memiliki sisi kemanusiaan yang dibutuhkan dalam proses pemulihan emosional.

Fenomena curhat kepada AI kini semakin marak, terutama di kalangan pengguna teknologi yang merasa kesepian atau tidak memiliki tempat bercerita. AI yang dirancang untuk merespons secara cepat dan ramah sering kali dianggap sebagai “teman virtual” yang siap mendengarkan kapan saja. Namun, menurut Nena, respons AI hanyalah pantulan dari algoritma dan kode yang diberikan oleh pengguna, tanpa adanya empati atau pemahaman emosional yang utuh.

“Curhat dengan AI itu kan gambaran atau pantulan dari kode atau clue yang kita berikan. Tentu hasil atau feedback yang diberikan tidak ada unsur-unsur humanisnya,” ujar Nena , Selasa (22/10).

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Nena Mawar Sari, seorang Psikolog Klinis yang aktif menangani kasus-kasus kesehatan mental di RSUD Wangaya Kota Denpasar, Bali. Ia telah lama mengamati tren penggunaan AI dalam interaksi emosional dan menyuarakan keprihatinannya terhadap dampak jangka panjang yang bisa ditimbulkan.

Peringatan ini disampaikan pada Selasa, 22 Oktober 2025, dalam sesi edukasi publik yang digelar di lingkungan RSUD Wangaya, Denpasar. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan mental di era digital.

Menurut Nena, ketergantungan emosional pada AI terjadi karena kemudahan akses dan respons cepat yang diberikan oleh sistem kecerdasan buatan. Dalam kondisi psikologis tertentu, seperti depresi atau impulsif, seseorang bisa menjadikan respons AI sebagai acuan yang dianggap realistis, padahal tidak memiliki dasar empati atau pemahaman manusiawi.

“AI itu sifatnya memberikan pantulan dari apa yang kita butuhkan dan memvalidasi perasaan kita. Takutnya ketika momen orang sedang depresi atau impulsif itu dijadikan acuan yang baku atau realistis, dikhawatirkan salah interpretasi. Tidak ada sentuhan humanistiknya itu yang bisa menyebabkan beberapa kejadian yang tidak diinginkan,” jelasnya.

Nena mengungkapkan bahwa tanda-tanda seseorang mulai bergantung secara emosional pada AI antara lain enggan berinteraksi dengan manusia, terlalu sering mengecek ponsel, serta menjadikan AI sebagai tempat bertanya untuk hal-hal kecil sekalipun. Kondisi ini dapat berkembang menjadi sikap antisosial dan menghambat proses pemulihan emosional yang sehat.

“Sering mengecek handphone, hal yang sedetail-detailnya pun dia tanyakan pada AI, kemudian dia juga menutup diri dengan orang lain, jadi biasanya akan bersikap antisosial,” tambahnya.

Sebagai solusi, Nena menyarankan agar masyarakat yang merasa kesepian atau tidak memiliki tempat bercerita sebaiknya mencari bantuan profesional seperti konselor, psikolog, atau psikiater. Alternatif lain yang bisa dilakukan adalah journaling atau berbicara dengan orang terdekat yang bisa dipercaya.

“Jika merasa tidak punya teman untuk curhat atau merasa tidak ada yang memahami, lebih baik journaling atau mungkin bisa dengan orang-orang terdekat, tidak perlu banyak, tapi cukup satu atau dua orang yang bisa dipercaya,” tuturnya.

Melalui pesannya ini, Nena berharap masyarakat lebih bijak dalam menggunakan teknologi, terutama ketika melibatkan perasaan dan kesehatan mental. AI memang dapat menjadi alat bantu yang bermanfaat, namun tidak bisa menggantikan peran manusia dalam memberikan dukungan emosional yang tulus dan berkesinambungan. [urb]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cuaca Samarinda Hari Ini Didominasi Berawan dan Hujan Ringan, Warga Diimbau Tetap Waspada

Festival Mecaq Undat 2025 “Warisan Dayak Kenyah yang Menyatukan Nusantara”

Mengenal Sembilan Keturunan Setan Penggoda Manusia "Peringatan Spiritual dari Sayyidina Umar bin Khattab"